Senin, 15 Oktober 2018

CRITICAL REVIEW


Judul: Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Berbasis Masyarakat (PSPBM) Melalui Model Co-Management Perikanan (Studi kasus pada Kelurahan Pasar Bengkulu Kecamatan Sungai Serut, Kelurahan Malabero Kecamatan Teluk Sagara, dan Pulai Baai Kota Bengkulu Kelurahan Sumber Jaya Kecamatan Kampung Melayu)
(oleh: A. Muluk Alains, Seprianti Eka Putri dan Prilia Haliawan)

1.      Latar belakang isu dan tujuan penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian penjelasan atau explanatory research mengenai Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Berbasis Masyarakat (PSPBM) di Kota Bengkulu yang dianggap memiliki kelemahan dimana belum mampu mengatasi masalah interkomunitas yang masih bersifat spesifik lokal, rentan terhadap perubahan eksternal, adanya kesulitan dalam mencapaian skala ekonomi, serta tingginya biaya dalam institusionalisasinya.
Untuk dapat mengatasi kelemahan-kelemahan dari sistem pengelolaan PSPBM tersebut, maka penulis menyatakan penelitian ini dilakukan untuk dapat menetukan Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Terpadu Berbasis Masyarakat (PPSBM) dengan menggunakan model Co-Management yang dianggap oleh penulis lebih efektif untuk masyarakat nelayan sehingga tanggung jawab yang diberikan sesuai dengan kebutuhan nelayan. Penulis juga menyatakan penilitian ini dibuat untuk menciptakan perencanaan serta PSPBM melalui pengkajian yang sistematis mengenai sumberdaya wilayah pesisir dan lautan studi berserta potensinya, menciptakan alternatif-alternatif pemanfaatannya serta kondisi ekonomi dan socialnya. Selain itu penulis juga melakukan pengidentifikasian dinamika social ekonomi nelayan serta mangemen konflik mengenai batas wilayah terdefinisi. Serta mewujudkan terciptanya keterpaduan visi dan misi pengelolaan sumberdaya pesisir oleh stakeholder.
Selain itu penulis juga menyebutkan tedapat isu-isu yang melatar belakangi adanya Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut pada kawasan studi yang telah dimuat dalam jurnal penelitian ini, adapun isu-isu tersebut diantaranya;
1.      munculnya sistem quasi open acces pada sumber daya pesisir yang bersifat milik bersama,
2.      terjadinya kemerosotan lingkungan pesisir maupun laut dalam kawasan,
3.      adanya kemiskinan dan kesejahteraan dalam masyarakat nelayan,
4.      terjadinya keterbatasan melakukan pengaksesan dalam pemanfaatan teknologi dalam kawasan nelayan, serta
5.      adanya peraturan dan kebijakan dalam masyarakat yang dianggap bersifat kurang kondusif.
Peneliti meyebutkan dalam model Co-Management terdapat hirarki Co-Management yang muncul diakibatkan adanya berbagai kemungkinan-kemungkinan dalam proses pengambilan keputusan dimana melibatkan masyarakat lokal dan pemerintah yang didukung oleh teori (Syani, 2001) dimana masyarakat dianggap sebagai suatu Community yang dapat dilihat dari dua sudut pandang yaitu pertama sebagai unsur statis yang mana disebut sebagai masyarakat setempat (lokal) yang merupakan suatu wadah dan wilayah dari kehidupan sekelompok orang yang ditandai oleh adanya hubungan sosial, dan dilengkapi dengan adanya perasaan sosial, nilai-nilai, dan norma-norma yang timbul atas akibat dari adanya pergaulan hidup atau hidup bersama manusia. Lalu yang kedua, community dianggap sebagai unsur yang dinamis, yang artinya bersangkutan mengenai proses yang terbentuk melalui faktor-faktor psikologis dan hubungan antar manusia, adapun di dalamnya terkandung unsur-unsur kepentingan, keinginan atau tujuan-tujuan yang sifatnya fungsional (Herkovits dan Malinoski,-).
Selain itu peneliti juga memasukkan teori-teori agar tercipta teori baru yang dapat memperkuat penyusunan penelitian tersebut. Adapun teori-teori tersebut mengenai segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat yang ditentukan oleh adanya kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu (Soekanto, 1999). Konsep kebudayaan. (Taylor, 1871) yang didefinisikan sebagai keseluruhan yang kompleks meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, hukum, moral, adat istiadat dan berbagai kemampuan serta kebiasaan yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat. Lalu struktur social (Lammer,-). Pola Kekerabatan (Sayogyo, 2002). Pola Interaksi Sosial (Santosa, 2000). Solidaritas Sosial (Durkheim,-). Serta Konflik mengenai perbedaan kepentingan (Nikijuluw,2000).

2.      Isi jurnal secara umum
Secara umum jurnal penelitian ini membahas mengenai penanganan-penanganan untuk menghadapi isu-isu dalam kawasan pesisir di Kota Bengkulu yang pada awalnya telah menganut program Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Berbasis Masyarakat (PSPBM) dimana merupakan proses pemberian wewenang, tanggung jawab dan kesempatan kepada masyarakat nelayan dikawasan pesisir untuk mengelola sumberdaya perikanannya secara mandiri. Namun, walaupun program tersebut mampu membantu masyarakat dalam pengolahan hasil laut, akan tetapi program ini dianggap masih memiliki kelemahan sehingga membuat program ini tidak efektif. Untuk dapat menanggulangi masalah atas ketidak efektifan program tersebut maka dilakukan sebuah penelitian kualitatif dengan melihat keadaan sosial budaya masyarakat yang didapati dengan mengumpulkan data sekunder dan perimer oleh peneliti.
Setelah dilakukannya penelitan kualitaif tersebut, maka didapati hasil dimana peneliti mengambil kesimpulan bahwa perlu dilakuannya kerjasama pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut oleh masyarakat dengan pemerintah, dimana dengan diadakan program tersebut dapat menciptakan hubungan kolaboratif antar unsur masyarakat pengguna yang merupakan kelompok nelayan, pengusaha perikanan, dan lain-lain dengan pemerintah yang mana program tersebut disebut dengan Co-Management yang didefinisi sebagai program pembagian atau pendistribusian tanggung jawab dan wewenang antara pemerintah dan masyarakat lokal dalam mengelola sumberdaya perikanan sehingga dapat menghindari peran yang dominan dari salah satu pihak dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut sehingga pembiasaan aspirasi pada satu pihak dapat dieliminas.

3.      Metode
Subjek dari penelitian ini adalah  seluruh masyarakat yang bermukim disekitar kawasan pesisir Kelurahan Pasar Bengkulu Kecamatan Sungai Serut, Kelurahan Malabero Kecamatan Teluk Sagara, dan Pulai Baai Kota Bengkulu Kelurahan Sumber Jaya Kecamatan Kampung Melayu.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode kualitatif-phenomenalogis. Metode penelitian ini memiliki prosedur penelitian yang mengahsilkan data deskriptif berdasarkan fenomena yang tengah di teliti.
Dalam proses pengumpulan data penelitian dilakukan dengan pengambilan data sekunder dan juga primer. Dalam pengambilan data sekunder peneliti melakukan tinjauan serta studi pustaka baik dari buku-buku, laporan penelitian, laporan dari Dinas Kelautan dan Perikanan, BPS, Profil Kabupaten serta bahan lain yang berkaitan dengan materi penelitian.
Sedangkan dalam memperoleh data primer, peneliti menggunakan metode Participatory Rural Appraisal (Chamber, 1992). Metode ini membantu peniliti mendapatkan informasi dari berbagai sumber dalam sebuah media diskusi yang terfokus.

4.      Hasil dan Pembahasan
Co-Management.
Penelitian ini membuktikan bahwa program Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Berbasis Masyarakat dapat mengatasi masalah-masalah interkomunikasi dalam masyakat dengan menggunakan program Co-Management. Pencetusan penggunaan program Co-Management ini muncul dengan didukung teori-teori kemasyarakatan, serta juga memperkuat bahwa interkomunikasi dalam sebuah masyarakat dapat membantu isu-isu permasalahan yang terjadi dalam kawasan nelayan. Adapun teori-teori tersebut diungkapkan oleh beberapa para ahli antara lain: Syani (2001), Soekanto (1999), Taylor (1871), Lammer (-), Sayogyo (2002), Santosa (2000), Durkheim (-), Nikijuluw (2000).
Co-Management menciptakan hubungan yang sinergi antar masyarakat pesisir dengan pemerintah. Seperti yang telah dijelaskan oleh penulis Co-management merupakan program dimana terdapat lebih dari pihak yang melakukan negosiasi, mendefinisikanserta menjamin pembagian peran dalam pengelolaan serta tanggung jawab dalam seuah area atau sistem sumber daya. Dengan demikian program Co-Management tersebut membuat pemerintah dapat memiliki peran serta dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat pesisir serta menghandle penyediaan kebutuhan masyarakat sehingga tidak ada penyaluran yang berlebihan serta Cuma-Cuma.
Penggunaan metode Kualitatif-Phenomenalogis sangat membantu dalam penelitian yang dilakukan penulis. Metode ini dapat dengan baik membantu peniliti menentukan teori baru dalam menagatasi masalah-masalah masyarakat pesisir seperti yang diketahui metode kualitatif ini menggunakan teori-teori lain dalam menciptakan sebuah kesimpulan yang menjadi teori  baru. Sehingga teori tersebut tidak hanya membantu dalam mengatasi masalah yang di hadapi masyarakat pesisir namun juga memperkuat teori-teori dari para ahli yang digunakan.
Selain itu penggunaan metode Participatory Rural Appraisal (Chamber,1992) dalam medapatkan data perimer penelitian juga sangat tepat, dengan sistem pemerolehan informasi yang menggunakan media diskusi yang terfokus. Sehingga peneliti juga dapat mengetahui potensi-potensi lain yang dimiliki dalam kawasan pesisir selain kegiatan nelayan.

5.      Rekomendasi
Dalam penulisan jurnal ini telah sangat baik mengaplikasikan metode kualitatif-phenomenalogis dalam prosedur penelitian. Serta proses pengumpulan data yang baik. Namun, peneliti atau penulis belum dapat menjelasakan secara detai mengenai definisi metode metode yang digunakan dalam proses penelitian ini, diharapkan peneliti juga dapat lebih menjabarkan mengenia metode-metode yang digunakan. Selain itu juga dalam pengumpulan data sekunder  dalam teknik pengumpulan data, peneliti hanya menyebutkan  bahwa peneliti melakukan studi pustaka dokumenter yang mana dengan pasti menggunakan data-data tersebut dalam pengambilan keputan pula serta pencetusan teori baru. Ada baiknya data-data dokumenter tersbeut data dimasukkan kedalam jurnal penelitian sehingga dapat memeberikan gambara yang lebih jelas pembaca.
Selain itu pula, metode Participatory Rural Appraisal merupakan metode yang menjadikan media diskusi sebagai sarana untuk mendapatkan informasi. Serta fokusan penelitian yang mengarah pada pengolahan sumberdaya perikanan. Akan lebih baik bila memasukkan data mengenai pekerjaan masyarakat pesisir tersebut beserta potensi sumber daya alaamnya. Yang mana data tersebut dapat digunakan dalam pencetusan kegiatan yang ada di dalam kawasan pesisir selain menangkap ikan (Nelayan). Masih dengan menggunakan metode yang sama. Penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi pengembangan kawasan pesisir dalam bidang perekonomian.



Ibtisamah Qomala Apriliani
Perencanaan Wilayah dan Kota
08161032

Selasa, 20 Maret 2018

“Coral Triangle Papua New Guinea"



Coral Triangle merupakan kawasan yang terdapat hamparan laut yang melintasi samudera pasifik yang dikenal oleh para pecinta lingkungan hidup sebagai kawasan yang memiliki kehidupan laut yang melimpah serta keanekaragaman hayati yang signifikan. Luas kawasan Coral tiangle mencakup sebagian bahkan seluruh wilayah baik daratan maupun lautan di enam negara dimana salah satunya merupakan Papua New Guinea. Luas kawasan Coral Triangle hanya 1,6% dari total luas lautan di bumi. Coral Triangle merupakan rumah bagi 76% spesies karang, 37% spesies ikan karang, 53% terumbu karang dunia. Selain itu Coral Triangle juga menjadi kawasan area pertumbuhan remaja untuk tuna serta spesies ikan komersial lainnya yang mana memeberikan keuntungan sosial global, pendapatan, rekreasi, dan budaya serta makanan bagi 360 juta penduduk sekitar Coral Triangle, khususnya 120 juta penduduk yang tinggal dekat garis pantai wilayah tersebut. Selain itu, sumber daya tersebut juga mejadi pelindung kawasan garis pantai serta penghuni-penghuninya dari kerusakan yang merupakan dampak peristiwa cuaca ekstrim yang ada.

Papua New Guinea memiliki total luas lahan 462,000 km^2. Papua New Guinea juga memiliki luas garis pantai 17.000 km^2. Secara segi topografi, Papua New Guinea memiliki area pegunungan seluas 4.500 meter pada area dataran tinggi, hutan hujan di area dataran rendah, savana, dan rawa yang membentang sejauh ratusan kilometer di sepanjang dataran pantai.
Selain itu, Kawasan Papua New Guinea dikelilingi oleh tiga badan lautan utama yakni Laut Bismarck di utara, Laut Solomon di utara dan timur serta Lautan Koral di selatan dan timur. Selain itu, badan laut samudera utama dari perairan teluk papua yang luas terletak di antara Papua New Guinea dan autralia.
Di dalam kawasan Papua New Guinea terdapat tatanan ekosistem baik ekosistem laut maupun daratannya. Ekosistem terumbu karang, hutan bakau, dan lahan basah delta serta beberapa ekosistem bumi yang beragam (Nicolls 2004). Papua New Guinea memiliki lebih dari 14.500 km^2 area terumbu karang atau 6% dari jumlah keseluruhan area terumbu karang dunia.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti terdapat berbagai jenis karang di Papua New Guinea. Dimana membuat perairan Papua New Guinea mungkin telah menjadi rumah bagi lebih dari 500 spesies karang batu, dimana di area Teluk Kimbe yakni pada kawasan pantai utara Britania Baru tercatat 860 spesies ikan karang. Teluk Milne pada ujung timur daratan utama terdapat sedikitnya 511 spesies karang keras serta lebih dari 1.100 spesies ikan karang. Hal tersebut membuat kawasan Papua New Guinea menjadi rumah bagi berbagai jenis spesies dengan lingkungan lautnya mulai dari lahan basah yang merupakan area pasang surut serta muara ke cekungan laut dalam. Papua New Guinea memiliki kondisi air laut yang mengalami penggabungan air laut dengan air tawar cenderung terasa berada di area tinggi pada sungai-sungai besar yang ada di kawasan tersebut. Terjadinya penggabungan  air laut serta air yang keruh ini mempengaruhi distribusi karang yang ada pada kawasan tersebut.
Pada tahun 1994, dilakukan kegiatan konservasi alam Asia serta program pasifik yang telah mendanai penilaian ekologi yang cepat pada terumbu karang Teluk Kimbe di provinsi Britain Baru yang dilakukan oleh tim ilmuwan dari Australia, Papua New Guinea dan Amerika Serikat (Holthus. 1994). Studi tersebut melakukan survei pada 78 situs secara keseluruhan, serta mengumpulkan informasi rinci mengenai tingkat kelimpahan serta distribusi spesies karang di 39 situs (Maragos. 1994), dan menemukan 345 spesies karang di 39 lokasi ini.
Penemuan tersebut menguatkan survei-survei rinci lain yang telah dilakukan di berbagai negara lain. Jumlah spesies karang ini merupakan yang tertinggi dari yang pernah dilaporkan sebelumnya pada area yang bisa dianggap sebagai daerah yang begitu kecil (Maragos. 1994). Faktanya, dua pertiga dari terumbu karang yang disurvei menunjukkan tingkat jumlah karang hidup yang tinggi (lebih dari 50%) dan situs individu memiliki tingkat tutupan karang yang melebihi 75% (Holthus dan Maragos 1994). Temuan tersebut menunjukkan bahwa terumbu karang di lokasi ini berada dalam keadaan yang hampir murni pada saat penelitian dilakukan.
Dari pembahasan diatas dapat terlihat jelas seberapa pentingnya lingkungan global terumbu karang di Papua New Guinea bagi penduduk lokalnya, hal tersebut dikarenakan perikanan karang merupakan sumber utama makanan dan pendapatan bagi banyak komunitas pesisir di Papua New Guinea. Kawasan terumbu karang tersebut mengandung habitat pembibitan dan makan untuk banyak spesies laut. Dari hal-hal tersebut apabila dapat dikelola dengan tepat, karang tersebut dapat menjadi sumber utama yang berkelanjutan dari sumber daya laut. Terumbu karang tersebut juga dapat melindungi penduduk lokal dari kerusakan fisik yang disebabkan oleh gelombang tinggi dan gelombang badai, serta garis pantai dari erosi.

Daftar Pustaka
2014. “State Of Coral Triangle: Papua New Guinea”. Philippines: Coral Triangle
Initiative
Magdalena.M,Tetty. ”Jurnal: Kepentingan Indonesia Aktif dalam Coral Triangle
Initiative”. Pekanbaru: Universitas Riau

Ibtisamah Qomala Apriliani
08161032